datanglah juga
badai yang kehausan darah
merempuh paksa di tanah merdeka
duduk bersimpuh minta dilayani
dengan marah, benci, dendam dan nyawa
hujan merintik mula membasahi
di tengah bandaraya yang rosak binasa
apa dulu menara tertinggi
kini debu
apa dulu dataran tempat bersorak suara merdeka
kini pilu
kini hancur
kini basah
kini resah
mata mata meliar dulu yang suaranya gegak gempita
kini diganti cengkerik malam
hujan tiada tanda berhenti
dan berdirilah seorang manusia
di belakangnya ribuan peserta
berdiri sunyi tanpa suara
mengenggam besi, kayu, batu dan kaca
yang cuba menongkah
maranya si taufan hitam
disatu sudut
seorang anak kecil
resah mencurah basah dari bulat matanya
melihat pohon pohon syahid
gugur satu persatu
ditelan badai yang kehausan darah
yang tinggal kini pesan ayahandanya
7 kalimah
awan masih menangis
selari sendu si anak kecil
ia menangisi bukan perit manusiawi
tetapi seksa tanah yang merasai
kepincangan manusia sendiri
Wednesday, June 28, 2006
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment